Pengantin Malang Keprabon dengan segala tata cara upacaranya sangatlah
unik dan memiliki nilai budaya tinggi. Berdasarkan penelitian dari peninggalan
candi-candi Jawa Timur dan seputar kota Malang, seperti candi Jago Tumpang,
candi Badut peninggalan Raja Gajayana dan candi Singosari tata rias dan upacara
pengantin Malang Keprabon berorientasi pada kebudayaan Hindu-Jawa.
Namun pada perkembangannya, di masa kini prosesi pernikahan tersebut
diwarnai pula oleh ajaran Islam. Berikut beberapa tahapan yang harus dilalui
dalam upacara pengantin Malang Keprabon.
1. Mlapati
Mlapati adalah mencari calon jodoh untuk sang putra. Pada zaman lampau, pada
tahap ngetepi ini, biasanya dilakukan pada saat sedang berlangsung suatu
perayaan atau upacara adat Keraton. Misalnya acara mantu, ulang tahun penobatan
Raja dan sebagainya. Biasanya para putra putri turut serta menghadirinya.
Apabila suatu saat telah menemukan gadis yang dirasa cocok untuk
dijodohkan dengan sang putra, maka segera dilakukan penelitian melalui utusan
untuk mengetahui asal-usul dan data lengkap dari sang gadis tersebut. Bila
sudah cocok, maka segera dilakukan acara nontoni.
2. Ngetukake Balung Pisah
Ngetukake Baluh Pisah adalah menyaksikan dari dekat calon mempelai yang telah di temukan
sebagai calon jodoh sang putra. Apabila dalam acara ini telah mendapat
kesepakatan dari keluarga calon mempelai pria, maka segera dilanjutkan ke tahap
berikutnya, yakni melamar, terkecuali kalau hal ini suatu 'anugerah' atau 'triman'
dari Raja, haruslah di terima dengan senang hati.
3. Melamar
Melamar, mengajukan permohonan secara tertulis, disebut 'surat lamaran'
yang dibuat oleh pihak calon mempelai pria yang ditujukan kepada pihak calon
mempelai wanita melalui suatu utusan. Yang diutus atau yang melaksanakan ialah
saudara yang lebih tua dari ayah atau ibu.
Kalau dikabulkan, maka segera diadakan pembicaraan mengenai penentuan
harinya.
Sebagai tanda menerima, keluarga calon mempelai wanita mengadakan
kunjungan balasan sekaligus menyampaikan bahwa lamaran tersebut diterima.
4. Peningsetan
Menindak lanjuti acara melamar sebagai tanda pinangan, keluarga calon mempelai pria datang dengan membawa barang hantaran dan
menyerahkan barang-barang tertentu sebagai tanda meminang.
Arak-arakan ini disaksikan oleh kedua belah pihak beserta keluarga dan kerabat handai
taulan. Maka resmilah acara peningsetan sebagai tanda ikatan bahwa sang
putri sudah ada yang meminang.
5. Penentuan Hari
Kedua belah pihak menentukan hari baik untuk pernikahan putra-putri.
Dalam mencari penentuan hari sangat diutamakan, karena mengharap kesejahteraan
dan keselamatan bagi kedua calon mempelai. Dalam mencari hari baik, menghindari
hari tali wangke dan hari sampar wangke (hari naas).
6. Pasang Terob
Terob, didirikan 7 hari sebelumnya atau menurut hari baik. Bahannya
terbuat dari daun nipah (daun kelapa yang dianyam untuk atap) dan bambu untuk
tiang-tiangnya. Kalau terob sudah jadi sekitar atap. diberi hiasan berupa
janur. Setelah terp jadi, pada kanan kiri pintu masuk dipasang tuwuhan
yang terdiri dari:
- Sebelah
kanan: satu batang pisang raja yang masih lengkap dengan satu tandan
beserta jantungnya, satu tandan beserta jantungnya, satu jenjang cangkir
gading, tebu wulung, daun kluwih,daun alng-alang, daun beringin, daun apo-apo,
untaian padi, dan untaian jagung.
- Sebelah
kiri: satu batang pisang gajih yang masih lengkap dengan satu tandan
beserta jantungnya, satu janjang kelapa hijau, tebu eulung, daun kluwih,
daun alng-alang, daun bringin, daun apo-apo, untaian padi, dan dan untaian
jagung.
- Makna
hiasannya: Pisang raja, supaya hidup kelak berbahagia seperti raja. Pisang
gajih, supaya hidup bisa berhasil. Cengkir, kenceng ing pikir
(tegas dalam memikirkan sesuatu). Kelapa hijau, lambang kesembuhan, karena
airnya dapat digunakan sebagai obat penawar. Tebu, anteping kalbu
(ketetapan hati). Padi dan jagung: makanan pokok. Daun kluwih, linuwih
(serba tahu atau serba lebih). Daun alang-alang tanpa halangan. Daun
apo-apo, tidak ada apa-apa. Janur, cahaya, supaya calon pengantin mempunyai
cahaya yang mempesona. Beringin, lambang pengayoman.
7. Pingitan
Lebih kurang 7 hari sebelum akad nikah, calon pengantin wanita dipingit
di dalam keputren, dan tidak diperkenankan berhias atau memakai perhiasan. Hari
pingitan ini dilambangkan sebagai hari puasa. Sebaiknya calon pengantin memakai
lulur agar nanti bila saatnya tiba, wajahnya akan bercahaya atau terlihat manglingi.
Lebih baik lagi kalau calon pengantin wanita mau berpuasa. Karena hikmah
puasa dapat menahan diri atau bersabar, supaya tidak mudah tergoda atau
cobaan-cobaan, dan untuk mendapatkan ridho Allah Swt, agar hidup bahagia sampai
nanti.
8. Siraman
Upacara siraman dilaksanakan sehari sebelum hari nikah. Maksudnya, untuk
mensucikan salon pengantin, baik jasmani maupun rohani. Waktu siraman dilakukan
antara pukul 11.00 yang memandikan adalah para pini sepuh yang masih genap
(suami istri) dan sejahtera hidupnya, didahului oleh Bapak dan Ibu pengantin.
Maksudnya , agar dapat mewariskan kebahagiaan kepada calon pengantin.
Yang memandikan berjumlah ganjil, dan yang terakhir juru rias mengguyur dengan
air kendi, lalu kendi tersebut dipecahkan. Setelah upacara siraman selesai,
dilanjutkan dengan meratus rambut.
9. Meratus Rambut
Maksud dari meratus rambut ialah mengeringkan rambut dan memberi aroma
harum pada rambut. Yang meratus rambut juru rias selama kurang lebih dari 15
menit.
10. Ngetepi atau Ngerik
Ngetepi atau ngerik, menghilangkan bulu kuduk (bulu kalong) dan
menghilangkan bulu-bulu pada wajah yang masih melekat, supaya bersih (terhindar
dari gangguan/ menghilangkan suker)
Manggulan merupakan malam tirakatan dan malam terakhir bagi calon pengantin putri
sebagai gadis perawan. Calon pengantin dirias sederhana dan memakai sanggul.
Calon pengantin duduk didalam kamar ditemani sanak keluarga dan para pinisepuh
untuk memberi doa restu agar pelaksanaan ijab atau nikah dan tamu pengantin
tidak ada aral melintang. Pakaian yang dikenakan adalah kain panjang gringsing
kebaya berenda malangan.
Upacara Tingkeban adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa, upacara ini disebut juga mitoni berasal
dari kata pitu yang arti nya tujuh. Upacara ini dilaksanakan pada usia
kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna
bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam
di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil dimandikan
dengan air kembang setaman dan disertai doa yang
bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan rahmat dan
berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.
No comments:
Post a Comment